KOTA BEKASI — Beredar screenshot status WhatsApp yang diduga milik Staf Ahli Wali Kota Bekasi, Asep Gunawan. Dalam unggahan itu terlihat tautan berita daring yang memuat isu tendensius terkait Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto.
Sebelumnya, Asep Gunawan diketahui pernah menjabat Kepala Dinas Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bekasi. Menurut informasi yang beredar, Asep dipindahkan menjadi Staf Ahli Wali Kota setelah kinerja di bidang keuangan daerah dinilai belum memuaskan.
Namun, screenshot status WhatsApp tersebut menimbulkan pro dan kontra karena Asep masih berstatus pejabat aktif di lingkungan Pemkot Bekasi. Banyak pihak menilai tindakan seperti ini kurang tepat bagi seorang aparatur sipil negara.
Pengamat kebijakan publik dan politik, Dr. Halma J, mengatakan unggahan tersebut mencoreng etika dan profesionalisme ASN. “Seorang pejabat eselon II seharusnya mampu menjaga etika dan profesionalitas. Apalagi ini menyangkut pimpinan tertinggi di Pemkot Bekasi. Unggahan semacam itu bisa menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu,” ujar Halma, Minggu (28/9/2025).

Halma juga mengingatkan bahwa ASN terikat pada aturan netralitas dan kode etik yang diatur dalam Undang‑Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS. Menurutnya, aturan itu menuntut integritas, loyalitas kepada pimpinan, dan kehati‑hatian dalam bermedia sosial.
Pihak terkait diharapkan menjaga kondusifitas kota Bekasi agar seluruh fokus dan sumber daya pemerintahan dapat diarahkan pada sinergi dan pencapaian kinerja pemerintahan kota. Kondusifitas dianggap penting agar program-program penataan dan pembangunan berjalan lancar tanpa terganggu oleh polemik internal.
Hoax dan berita menyesatkan maupun unggahan provokatif berpotensi mengganggu kondusifitas dan berimbas pada kinerja serta produktivitas pemerintah kota dalam menata dan membangun Bekasi. Gangguan seperti ini dapat mengalihkan perhatian birokrasi dari pelayanan publik dan proyek pembangunan ke urusan klarifikasi dan penanganan konflik.
Untuk meredam spekulasi dan memulihkan ketenangan publik, diperlukan klarifikasi cepat dari pihak terkait serta langkah-langkah internal yang jelas. Pemerintah daerah juga disarankan memperkuat literasi media, mekanisme verifikasi informasi, dan kebijakan penggunaan media sosial bagi pejabat agar profesionalisme dan kondusifitas pemerintahan tetap terjaga.



